Kamis, 05 Januari 2012

total quality management

A. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan

Sebelum membahas tentang manajemen mutu terpadu, lebih baiknya untuk memahami tentang mutu terlebih dulu. Goetsch & Davis (1995:4) menjelaskan bahwa mutu (quality) yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Ciri-ciri mutu (sebagai bentuk pelayanan pelanggan) ditandai dengan: (1) ketepatan waktu pelayanan, (2) akurasi pelayanan, (3) kesopanan dan keramahan (unsur menyenangkan pelanggan), (4) bertanggung jawab atas segala keluhan (complain) pelanggan, (5) kelengkapan pelayanan, (6) kemudahan mendapatkan pelayanan, (7) variasi layanan, (8) pelayanan pribadi, (9) kenyamanan, (10) dan ketersediaan atribut pendukung (Slamet, 1999).

Konsep mutu mengalami lima tahap perkembangan menurut Suardi (2001). Tahap pertama dikenal sebagai era tanpa mutu. Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 di mana suatu produk tidak diperhatikan mutunya karena tidak adanya persaingan seperti yang tengah terjadi pada era globalisasi saat ini. Kedua, era Inspeksi. Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilahan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi sebelum dilepas ke konsumen. Tanggung-jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke departemen inspeksi. Departemen ini akhirnya selalu jadi sasaran bila ada produk cacat yang lolos ke konsumen. Tahap ketiga, dikenal sebagai Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu secara Statistik) yang dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen Inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Tahap keempat, Quality Assurance Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi ke tahap desain dan berkoordinasi dengan departemen jasa. Dan tahap yang terakhir inilah yang dikenal dengan Total Quality Management (Manajemen Mutu Terpadu).

Sebenarnya, ide TQM pertama kali didengung-dengungkan oleh W. Edwards Deming pada tahun 30-an. Namun, penerapannya secara berhasil baik dalam bidang usaha, industri, maupun pada bidang pelayanan jasa dilakukan pasca perang dunia II di Jepang.

Manajemen Mutu Terpadu menurut Fandy & Diana (1995) ialah suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus-menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan. Sedangkan Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan menurut West-Burnham (1997) adalah semua fungsi dari organisasi sekolah ke dalam falsafah holistis yang dibangun berdasarkan konsep mutu, kerja tim, produktivitas, dan prestasi serta kepuasan pelanggan. Menurut Sallis (2003:17) ialah menciptakan budaya mutu di mana tujuan setiap anggota ingin menyenangkan pelanggannya, dan di mana struktur organisasinya mengizinkan untuk mereka berbuat seperti itu.

Manajemen mutu terpadu dalam ranah pendidikan menyangkut filosofi dan metodologi, dengan pola pikir untuk mengadakan perbaikan terus-menerus, dan metodologi yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan , saat ini maupun masa yang akan datang. Titik fokus yang menjadi sasaran manajemen mutu terpadu ini adalah kepuasan pelanggan yang ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Sehingga dengan memahami proses dan kepuasan pelanggan maka organisasi dapat menyadari dan menghargai kualitas.

B. Pilar-pilar Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan

Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan memiliki lima pilar yang didasarkan pada keyakinan sekolah seperti kepercayaan, kerja sama dan kepemimpinan (Arcaro, 2005: 38):

1. Fokus pada pelanggan, karena pada hakikatnya sasaran utama dalam manajemen mutu terpadu adalah kepuasan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pelanggan. Mutu adalah keinginan pelanggan, bukan keinginan sekolah. Tanpa mutu yang sesuai dengan keinginan pelanggan, sekolah akan kehilangan pelanggan, dan dengan demikian sekolah akan bubar dengan sendirinya.

2. Keterlibatan total, yaitu setiap orang harus berpartisipasi dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya tanggung jawab dewan sekolah atau pengawas. Mutu merupakan tanggung jawab semua pihak. Mutu menuntut setiap orang memberi kontribusi bagi upaya mutu.

3. Pengukuran. Pengukuran di sini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kualitas suatu lembaga pendidikan sehingga dapat dirumuskan cara-cara perbaikan mutu.

4. Komitmen, karena tanpa adanya komitmen terhadap mutu proses transformasi mutu tidak akan dapat dilaksanakan. Mutu merupakan perubahan budaya yang menyebabkan organisasi mengubah cara kerjanya. Orang biasanya tidak mau berubah, tapi manajemen harus mendukung proses perubahan dengan memberi pendidikan, perangkat, sistem dan proses untuk meningkatkan mutu.

5. Perbaikan berkelanjutan, yang intinya sekolah harus melakukan sesuatu yang lebih baik dari kemarin. Para profesional harus secara konstan menemukan cara untuk menangani masalah yang muncul, mereka harus memperbaiki proses yang dikembangkannya dan membuat perbaikan yang diperlukan.

C. Prinsip dan Komponen Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan

1. Prinsip MMTP

Menurut Hensler dan Brunell (dalam Sceuing dan Christopher, 1993) ada empat prinsip utama dalam Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan, yaitu:

a. Kepuasan pelanggan

Meskipun secara material semua lembaga pendidikan seharusnya merupakan suatu bentuk organisasi nonprofit, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa lambat laun pendidikan merupakan aktifitas yang juga berfungsi untuk memberikan pelayanan jasa. Sekolah harus memberikan pelayanan jasa sebaik-baiknya kepada pelanggannya. Pelanggan sekolah meliputi pelanggan internal dan eksternal. Yang termasuk pelanggan internal adalah siswa, guru, dan staf tata usaha. Sedangkan pelanggan eksternal yaitu orang tua siswa, pemerintah, dan masyarakat termasuk komite sekolah. Dalam arti lain, sekolah mempunyai pelanggan primer yakni siswa, pelanggan sekunder yang meliputi orang tua siswa, pendidik, dan pegawai administrasi, serta pelanggan tersier yaitu mereka yang akan memanfaatkan para lulusan atau produk lembaga pendidikan.

b. Respek terhadap setiap orang

Dalam sekolah yang bermutu kelas dunia, setiap orang di sekolah dipandang memiliki potensi. Oleh Karena itu, setiap orang diperlakukan dengan baik dan diberikan kesempatan untuk berprestasi, berkarier, dan berprestasi dalam pengambilan keputusan.

c. Manajemen berdasarkan fakta

Keputusan selalu berdasarkan fakta, bukan perasaan semata. Ada dua konsep yang berkaitan dengan hal ini: (1) prioritatisasi, yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. (2) variasi atau variabilitas kinerja manusia.

d. Perbaikan terus-menerus

Setiap sekolah perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.

Sedangkan beberapa prinsip pokok dari Deming yang dapat diterapkan dalam bidang pendidikan adalah:

a. Anggota Dewan sekolah dan administrator harus menetapkan tujuan mutu pendidikan yang akan dicapai.

b. Menekankan pada upaya pencegahan kegagalan pada siswa, bukannya mendeteksi kegagalan setelah peristiwanya terjadi

c. Asal diterapkan secara ketat, penggunaan metode kontrol statistik dapat membantu memperbaiki outcomes siswa dan administratif.

2. Komponen MMTP

West Burnham (1997: 33) menyatakan bahwa komponen-komponen MMTP ada empat: (1) prinsip-prinsip, yaitu hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan policy sekolah. (2) proses yaitu upaya yang dilakukan warga sekolah untuk memuaskan pelanggannya. (3) pencegahan, upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. (4) manusia, warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta lebih menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.

Sallis (2003: 138) menyatakan bahwa kerangka komponen mutu meliputi: (1) kepemimpinan dan strategi meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasional, misi dan rencana strategi, serta kepemimpinan; (2) sistem dan prosedur, meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan biaya mutu; (3) kerja tim, meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang digunakan; (4) asesmen diri sendiri, meliputi asesmen sendiri, monitoring dan evakuasi, survei kebutuhan pelanggan

.

D. Kerjasama Team

Kerjasama team merupakan unsur yang penting dalam manajemen mutu terpadu ini karena untuk memenuhi kepuasan pelanggan tidak bisa ditanggung sendiri, tapi diwujudkan dengan cara kerjasama dalam suatu team tersebut. Tim adalah sekelompok orang yang berkerja bersama dan memiliki tujuan yang sama, di sini mencapai kepuasan pelanggan. Eksistensi dari kerjasama ini dalam sebuah lembaga pendidikan merupakan modal utama untuk melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan.

Kerja tim yang efektif berprinsip TEAMWORK (Jalal & Edi Supriyadi, 2001), yang merupakan singkatan dari together (rasa kebersamaan), empathy (pandai merasakan perasaan orang lain), assist (saling membantu), maturity (penuh kedewasaan), willingness (penuh keikhlasan), organization (teratur), respect (saling menghormati), dan kindness (saling berbaik hati).

Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan memang membutuhkan tim kerja yang efektif, yang menurut Anantaraman (1984: 220), yaitu (1) tujuan bekerja sama adalah komitmen, (2) ide-ide dan perasaan-perasaan dikomunikasikan secara akurat dan efektif, (3) menerapkan partisipasi dan kepemimpinan, (4) prosedur pengambilan keputusan tepat dan efektif, (5) kontroversi produktif, (6) tingkat saling percaya tinggi, (7) saling menerima dan membantu antaranggota, (8) konflik dan kekuasaan sebagai manajemen positif, (9) prosedur pemecahan masalah yang memadai.

Masih banyak lagi pemahaman dari para ahli mengenai bagaimana kerjasama tim seharusnya dilaksanakan dan agar berjalan efektif ketika diterapkan dalam manajemen mutu, terutama dalam dunia pendidikan. Untuk mewujudkan kerja tim yang baik, semua pihak yang bersangkutan memang harus menyadari bahwa mutu yang diinginkan merupakan tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab salah satu pihak. Jadi harus ada keselarasan dalam hal ini, sehingga tidak ada saling melimpahkan atau menyalahkan satu sama lain ketika mutu dari produk yang dihasilkan tidak bisa maksimal. Misalnya saja ketika para staf pengajar telah berusaha keras memperbaiki kualitas dan mencanangkan program-program pembelajaran yang dianggap efektif, namun tidak ada respon balik yang baik dari para siswa atau dukungan dari pihak orang tua, pemerintah atau lingkungan maka program ini pun akan pincang dan tidak berjalan dengan baik. Mungkin bisa saja hal ini dikarenakan pihak lain yang kurang menerima informasi. Maka dari itu, komunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan tim kerja yang efektif.

E. Keterlibatan Stakeholder

Dalam buku Sekolah Dibubarkan Saja, ada sebuah penganalogian yang menarik dari Chudiel seperti yang telah disinggung di pendahuluan. Dalam bukunya tersebut ia menggambarkan bahwa sekolah adalah sebuah pabrik yang memiliki visi misi untuk memproduksi manusia yang berkualitas tinggi, siap pakai, dan mampu bersaing. Secara struktur, pabrik yang bernama sekolah ini berada di bawah satu pengawasan yaitu Pemerintah Pusat yang mempunyai otoritas tertinggi dalam menentukan segala kebijakan, dan membuat semua peraturan yang nantinya akan dijalankan oleh para pengelola yang tak lain adalah para guru. Untuk mengelola sekolah, guru diwajibkan menjadi seorang guru yang berkualitas, yang ahli dalam bidangnya, yang bersyarat lulusan dari jurusan pendidikan. Pada fakta yang ditemukan penulis buku tersebut, banyak guru yang masih minim kualitas, yang hanya bisa mengajar bukan mendidik.

Kemudian, masih dalam penggambarannya ia mengumpamakan bahwa peralatan yang dipakai di pabrik sekolah dinamakan kurikulum. Kurikulum berisi segala sesuatu yang akan menjadi acuan dan panduan bagi para guru untuk menjalankan tugasnya. Namun pada nyatanya, kurikulum sering berganti seiring bergantinya pemerintah yang membuat kebijakan yang sering membuat bingung para guru maupun siswa.

Para siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah dianalogikan sebagai hasil produk yang jenisnya bermacam-macam, mulai dari barang jadi yang siap dikonsumsi sampai barang setengah jadi. Yang dimaksud barang jadi di sini adalah siswa yang telah selesai diolah setelah belasan tahun berada di pabrik sekolah. Sedangkan produk setengah jadi membutuhkan proses lanjutan untuk kembali di sekolah, misalnya ketika baru selesai dari Sekolah Dasar, maka ini belum cukup. Siswa harus melanjutkan ke jenjang selanjutnya dan selanjutnya hingga dianggap selesai pengolahannya. Namun sayangnya, siswa sebagai hasil produk yang telah dianggap jadi ini ternyata jauh dari harapan. Mereka belum juga mampu bersaing di dunia luar, dan tidak siap memasuki dunia kerja sehingga banyak pengangguran.

Dari analogi tersebut, bisa kita tangkap bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan dirasa belum bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Dunia pendidikan memiliki rantai yang harusnya saling bersinambung mulai dari pemerintah sampai siswa. Pemegang rantai ini memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, namun tampaknya masih semrawut dan belum bersinambungan satu sama lain. Padahal, para pemegang rantai inilah yang menjadi pelanggan dari pendidikan itu sendiri dan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab mereka di dunia pendidikan sangat memberikan kontribusi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Maka dari itu, baik dari siswa, guru, orang tua, maupun pemerintah, semuanya terlibat dalam manajemen mutu terpadu ini.

a. Keterlibatan siswa

Upaya melibatkan siswa telah menjadi fenomena yang berkembang pada sekolah akhir-akhir ini, tapi belum maksimal siswa yang terlibat dan mempengaruhi proses penyusunan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Perlu di desain agar dalam penyusunan kurikulum dan peraturan-peraturan di sekolah di susun secara fair dan efektif dengan melibatkan siswa. Sebuah lingkungan kelas yang memberi otonomi atau keluasan bagi siswa memiliki kaitan erat dengan kemampuan siswa dalam berekspresi, kreatif, menunjukkan kemampuan diri, belajar secara konseptual dan senang terhadap tantangan. Siswa yang dilibatkan ini, pada gilirannya akan ada rasa memiliki terhadap sekolah, maupun kegiatan-kegiatan di dalamnya.

Selama ini siswa dijadikan obyek di kelas ketimbang dijadikan sebagai subyek pendidikan. Siswa diharuskan tunduk kepada seluruh aturan yang dibuat oleh sekolah, dan siswa tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan kemampuan yang dimilikinya. Siswa merasa terpaksa ketika menerima pelajaran dari guru dan menjalankan peraturan yang ada di sekolah karena merasa tidak nyaman dan tidak dilibatkan dalam desain pembelajaran dan pembuatan peraturan.

b. Keterlibatan guru dan staf tata usaha

Keterlibatan guru dalam peningkatan mutu pendidikan ini merupakan salah satu unsur yang sangat penting karena guru adalah seorang pengajar, dan pengajaran merupakan titik sentral pendidikan yang seringkali menjadi penilaian mutu sebuah pendidikan. Oleh karena itu, dalam TQM diperlukan adanya guru yang berkualitas untuk menghasilkan anak didik yang juga berkualitas.

Guru atau pendidik dalam Pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.”

Selanjutnya pada Pasal 39 ayat 2, dinyatakan bahwa: ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Sekali lagi, keterlibatan guru dan staf tata usaha merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha dalam melibatkan mereka memiliki beberapa manfaat, yaitu (1) dapat menghasilkan keputusan yang baik dan perbaikan yang lebih efektif karena mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja, (2) meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang yang harus melaksanakan. (Usman, 2008:538)

c. Keterlibatan orang tua

Keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan anak di sekolah merupakan hal yang penting dilakukan oleh institusi pendidikan dan inilah salah satu unsur penting dalam TQM.

Peran orang tua dalam pembentukan motivasi dan penguasaan diri anak sejak dini merupakan modal besar bagi kesuksesan anak di sekolah. Peran orang tua meliputi dukungannya terhadap perkembangan intelektual dan kesuksesan akademik anak dengan memberi mereka kesempatan dan akses ke sumber-sumber pendidikan seperti jenis sekolah yang dipilih anak, atau akses ke perpustakaan, multi media seperti internet dan televisi. Orang tua dapat membentuk perkembangan kognitif anak dan pencapaian akademik secara langsung dengan cara terlibat langsung dalam aktifitas pendidikan mereka. Orang tua juga berperan untuk mengajarkan anak norma dalam berhubungan dengan orang dewasa dan teman sebaya yang relevan dengan suasana kelas.

d. Keterlibatan Pemerintah

Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki keterlibatan yang besar juga, karena pemerintah memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan yang akan dilaksanakan dalam proses pendidikan, terutama dalam hal penentuan kurikulum yang dijadikan acuan para guru untuk mengajar anak didiknya. Hendaknya pemerintah menyadari bahwa perannya sangat penting juga untuk kemajuan sektor pendidikan negeri ini, maka dari itu harus diperhatikan bahwa mengubah kurikulum tanpa melihat kesiapan dari semua pihak juga akan memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar