Sabtu, 08 Oktober 2011

SENI DI BAWAH BAYANGAN POLITIK BUDAYA


Judul buku : Seni Pertunjukan Indonesia Suatu Politik Budaya

Penulis : Julianti Parani

Penerbit : Nalar

Cetakan : I, Juni 2011

Tebal : 169 hal

Harga : Rp.50.000,-

Indonesia sangat terkenal dengan ragam budayanya. Ini bisa dibuktikan dengan adanya lagu daerah serta tarian-tarian tradisional yang berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri. Seni pertunjukan, sebagai bagian dari kebudayaan itu sendiri pun turut mewarnai. Seni pertunjukan ini memiliki perjalanan sejarah seiring berjalannya waktu. Ia mengalami perubahan-perubahan yang bisa dikatakan berdasarkan adanya campur tangan dari para penguasa politik.

Hal ini bisa dirasakan ketika seni pertunjukan, tari misalnya , seakan tak lagi memiliki kesakralannya. Fungsi tradisionalnya berupa ritual prosesional suatu pertunjukan yang berkaitan dengan perayaan kebudayaan nasional kini telah bergeser pada pertunjukan yang bisa dinikmati sebagai hiburan belaka, tanpa bisa dirasakan segi estetika dan nilai spiritualnya.

Berdasarkan pengamatan penulis, Julianti Parani, perubahan tersebut bermula dengan penetrasi bangsa Eropa yang mempengaruhi paham politik dan kebijakan kebudayaan. Kandungan ritual seni pertunjukan telah dicampuradukkan dengan aspek budaya yang non-artistik atau non-seni, seperti politik, bisnis, hingga kepentingan ambivalen. Menurutnya, kesenian pada masa kini menjadi bagian dari nasionalisme bangsa dan negaranya. Sedangkan nasionalisme dalam kehidupan politik tidak bisa disamakan dengan nasionalisme dalam kebudayaan sebagaimana implementasinya berupa politik kebudayaan karena hal ini ternyata dapat memporak-porandakan hegemoni budaya yang merupakan warisan.

Satu hal penting yang menjadi kajian utama Julianti dalam buku ini adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang berpengaruh pada perkembangan seni pertunjukan yang mungkin terjadi pada masa pemerintahannya. Misalnya saja pada pemerintahan Presiden Soekarno, fokus kebudayaan terletak pada ke-Indonesia-an dengan berpedoman pada falsafah pancasila, atau lebih keras lagi pada politik Nasakom yang kemudian berlaku terhadap kesenian. Dan ketika politik memanas hingga lengsernya Soekarno, terjadi perang ideologi yang berakar pada tumbuhnya partai politik yang menyebabkan adanya kubu-kubu kebudayaan yang saling menjatuhkan. Tapi dampak positif dari kejadian ini, berbagai sekolah kesenian bermunculan.

Strategi kebudayaan berikutnya, pada pemerintahan Soeharto mempertimbangkan faktor sosial-politik serta menggarisbawahi peranan pendidikan dalam membangun komunitas budaya sebagai inti integrasi nasional. Strategi yang terkemas apik dalam program-program Pelita ini ternyata sangat bertolak belakang dengan implementasinya. Akibatnya, timbullah kekecewaan dari para seniman kondang seperti W.S.Rendra, Nano Riantiarno, Arifin C.Noer yang memanaskan telinga pemerintah melalui karya-karyanya.

Mengenai perkembangan seni tari, Julianti yang memiliki latar belakang seorang penari mengatakan bahwa sebagai akibat politik kebudayaan pada masa Ode Baru yang mengusung modernisasi menimbulkan potongan-potongan tari tradisional yang lepas dari konteksnya. Seni pertunjukan ini pun mulai mengarah pada kepentingan birokratisasi dan ekonomisasi. Pengayoman terhadap kehidupan seni masih berorientasi pada faktor ekonomi dengan mengabaikan nilai spriritual yang tidak bisa diukur dengan kacamata ekonomi.

Julianti, seorang yang tertarik dengan dunia sejarah secara runtut memaparkan perubahan yang dialami seni pertunjukan khususnya seni tari akibat kebijakan pemerintah semenjak akhir masa kolonial hingga setelah kemerdekaan. Pengungkapan kenyataan sejarah ini seakan ingin menyadarkan pembaca agar membuka pikiran untuk bisa menyeimbangkan aspirasi artistik dan berbagai kepentingan non-seni seperti politik, kekuasaan, dan hegemoni. Dari sudut pandang sejarahnya yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah inilah yang membuat buku ini menarik karena hal ini jarang sekali disorot oleh para pengkaji seni dan budaya.

Bagi warga Indonesia yang mencintai seni dan budaya yang dimiliki negeri ini, buku Seni Pertunjukan Indonesia layak menjadi bacaan sebagai introspeksi dari masa lalu. Buku ini bisa menjadi inspirasi untuk menciptakan sejarah yang lebih baik bagi perkembangan pertunjukan seni. Apakah perkembangan seni ini akan mengalami kemajuan ataukah justru kemunduran? Jawaban dari pertanyaan inilah yang sekarang ini menjadi tanggung jawab kita bersama.